Di Kaliwatubumi, Kakek 102 Tahun Hidup Sengsara di Gubuk Derita Bersama Anaknya yang Buta

Share:
BUTUH, Memiliki usia hingga lebih dari 100 tahun merupakan anugerah yang sangat langka saat ini. Hanya sebagian kecil manusia yang ditakdirkan oleh Tuhan untuk hidup melampaui batas usia 100 tahun. Ternyata di Purworejo masih ada orang berusia di atas 100 tahun.   
Dialah Tirto Pawiro, warga Desa Kaliwatubumi, Kecamatan Butuh yang memiliki nama panggilan Ponirin itu, kini tinggal bersama Siyam (70) anak ketiganya, yang buta sejak lahir. Sedangkan istrinya telah meninggal puluhan tahun lalu. Usia Ponirin saat ini diperkirakan telah mencapai 102 tahun.
Kedua bapak dan anak itu tinggal di gubuk reyot beralaskan tanah yang hanya memiliki satu sekat untuk kamar milik Siyam. Di dalam kamar terdapat dua dipan beralaskan tikar. Satu dipan digunakan untuk tempat tidur Siyam sedangkan satunya lagi digunakan untuk menaruh pakaian dan beberapa “benda berharga” termasuk paket sembako yang baru diterimanya Sabtu (25/4).
Sedangkan Ponirin tidur di bagian depan, di dipan yang tak kalah renta dengan usianya. Ia tidur beralaskan bantal lusuh serta selimut kumal dan beberapa lembar pakaian miliknya. Sebuah meja difungsikan sebagai penyekat antara “ruangan” Ponirin dan ruangan lainnya yang langsung berhadapan dengan satu-satunya pintu masuk di gubuk itu.
Siyam yang buta harus menghidupi ayahnya yang kini berusia 102 tahun
Selain itu, dalam rumah hanya ada dapur yang letaknya berada di depan kamar Siyam, serta kurungan ayam. Satu-satunya benda yang tampak “mewah” hanyalah sebuah kursi plastik merah yang digunakan Siyam atau tamu yang berkunjung untuk duduk.
Ponirin, meski sudah berusia lebih dari 100 tahun, rambutnya belum sepenuhnya putih. Demikian pula dengan giginya yang sebagian masih bertahan meski telah menghitam. Penglihatannya pun masih relatif baik. Demikian pula dengan memorinya. 
Hanya pendengarannya yang jauh berkurang, sehingga harus setengah berteriak jika berkomunikasi dengannya. Siyam berujar, sesekali Ponirin bangkit dari dipannya menuju jamban sederhana di samping gubuknya. Atau bila sedang sehat sesekali ia dituntun untuk duduk di depan rumahnya meski hanya sebentar.
Untuk mencukupi kebutuhan makan mereka berdua, Siyam bekerja serabutan; kadang ia membuat sapu, memijat, atau menjadi buruh mengupas kacang tanah di rumah tetangganya.
Menurut penuturan tetangganya, Marsudi (81), kepastian usia Ponirin 102 tahun diketahui karena Ponirin merupakan teman sepermainan bapaknya yakni Amat Daldiri yang telah meninggal 22 tahun lalu dalam usia 76 tahun. 
Siyam dan Marsudi
“Usia Pak Ponirin dengan bapak saya  terpaut 4 tahun, lebih tua dari usia bapak saya yang bila masih hidup kini usianya 98 tahun,” tutur Marsudi.
Meski dikarunia panjang usia, Ponirin merasa sedih karena kakak dan adik serta teman-temannya semua telah mendahuluinya. 
Aku wis kesel, kepengin ndang cepet mati,” celetuknya.
Memang, lima saudara kandung Ponirin semua telah meninggal termasuk dua adiknya. Keinginan Ponirin itu seringkali diungkapkan kepada Marsudi yang seringkali mengunjunginya.
Sungguh, seperti sebuah ironi kehidupan dimana banyak orang yang ingin diberi panjang umur, tetapi ketika ia diberi umur panjang malah ingin segera meninggal karena kesepian. 
Tinggallah kini Ponirin yang menjalani hari-harinya menunggu Sang Kuasa mengabulkan permohonannya. (Yudia Setiandini).Sumber: purworejonews.com

Tidak ada komentar